Jumat, 01 Juni 2007

IKHTIAR MEMBANGUN MASYARAKAT MADANI

*H. Suriansyah Hanafi, S. Ag

Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Marilah kita awali khutbah ini dengan mengokohkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, seraya menengok sebuah kisah dalam Al-qur’an yang bercerita tentang suatu negeri dari sebuah kerajaan di sebelah selatan jazirah Arabia. Antara abad ke satu dan kedua hijriyah. Air mengalir ke ibu kota dari sumber air yang jaraknya 10 hari perjalanan. Merekapun membangun irigasi yang canggih. Sejarah mencatat bendungan yang mereka bangun sebagai Bendungan Ma’arib. Dari bendungan air dialirkan ke rumah-rumah dan kebun-kebun. Negeri itu menjadi negeri yang sangat subur. Begitu suburnya sehingga jika seorang perempuan meninggalkan rumahnya untuk memenuhi keperluannya sambil membawa bakul di atas kepalanya, maka sebelum ia sampai ke tempat tujuannya, bakulnya sudah penuh dengan buah-buahan ( yang jatuh dari pepohonan di pingir jalan). Beberapa orang Nabi di utus untuk mengingatkan mereka agar bersyukur akan nikmat Allah. Namun mereka berpaling dari peringatan rasul itu, bahkan mereka menggunakan kemakmuran itu untuk memuaskan hawa nafsu mereka. Allah kemudian merusakkan bendungan. Air bah dahsyat melanda dan mengamuk di kota-kota mereka. Kebun-kebun yang tadinya sangat subur berubah menjadi batang dan ranting yang gersang. Allah mengabdikan negeri ini dalam surah Saba 15-19.

Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Negeri Saba adalah sebuah pelajaran. Negeri yang makmur berubah menjadi miskin dan melarat karena dosa-dosa penduduknya. Al-quran menyebut berbuat dosa itu dengan “berbuat dzolim” terhadap diri sendiri. Bila orang berbuat dosa, maka ia menganiaya dirinya sendiri”. Bila masyarakat membiarkan perbuatan dosa, maka masyarakat itu menghancurkan dirinya sendiri. Allah menghukum bukan saja dosa individual, tetapi juga dosa kollectiv.

Berbeda dengan kaum marxian, yang mengangap materi khususnya penguasaan alat-alat prroduksi sebagai penentu perubahan sosial. Juga berbeda dari kaum Hegelian, yang melihat gagasanlah satu-satunya faktor yang mengubah masyarakat. Islam memandang prilaku manusia sebagai perubah yang menentukan jalannya sejarah. Firman Allah :

“Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, Sebelum kaum itu mengubah apa an ada pada diri mereka” (Q.S. 13 ; 11)

Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Sungguh Al-quran telah bertutur tentang kebenaran dan kepastian dari Al-Haqq. Setiap prilaku manusia yang melanggar ketentuan Allah (Qadho Tsyri’iy) mempengaruhi kemajuan dan kemunduran masyarakat berdasarkan hukum sebab akibat dalam sunnatullah (qadho taqwiny). Ketaatan terhadap qadho tasyri’y menyebabkan Allah menetapkan qadha takwini’iy yang baik. Sebaliknya pelanggaran terhadap qadho (tasyri’iy) – yang kita sebut sebagai dosa –dapat mengubah qodho (taqwini’iy) yang menjadi qadho yang buruk. Sedekah dapat menutup pintu bencana. Tetapi memutuskan persaudaraan dapat mendatangkan bencana. Berzina menurut hadits dapat memperpendek usia dan silaturrahiem dapat memperpanjangnya.

Dalam sebuah do’anya, Ali karramallahuwajhah menyimpulkan akibat buruk dosa terhadap qodho taqwni’iy dalam sebuah do’anya sebagai berkut ;

Ya Alah, ampunilah dosa-dosaku yang meruntuhkan penjagaan. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang mendatangkan bencana. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang merusak karunia. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang menahan do’a. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang mnurunkan bala. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang mempercepat kebinasaan.”

Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Manusia memiliki sifat-sifat kebinatangan. Nafsu adalah sumber energi yang menggerakkan tubuhnya. Untuk memelihara kemanusiaannya, Allah menciptakan berbagai penjagaan. Salah satu diantara penjagaan itu adalah akal. Dengan akalnya, manusia dapat tidak secara membuta mengikuti hawa nafsunya. Bahkan dengan akalnya, ia dapat mengendalikan nafsu untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Malu adalah penjagan lain yang diberikan oleh Allah. Bila binatang dapat melakukan apa saja dalam situasi apa saja, maka manusia yang normal harus memperhitungkan situasi untuk melakukan suatu kegiatan. Manusia juga bukan hanya digerakkan oleh nafsu, ia juga bertindak atas dasar rasa malu. Karena itu, Nabi saw bersabda ;

Jika engkau tidak malu, lakukanlah apapun sekehendak hatimu.” (Kanz Al-Ummal, hadits ke-5780). “Seandainya malu itu manusia, pastilah ia manusia yang shaleh”. (Kanz Al Ummal, hadits ke- 5781)

Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Pada hari ini, kita juga adalah penduduk suatu negeri. Kita duduk dan berdiri, berdiam dan berlari, bahkan bercengkrama, tertawa dan menagis dalam sebuah provinsi kaya Kalimantan Timur yang pada saat ini memperingati Hari Ulang Tahun-nya yang ke- 49. Adalah sebuah hal yang tidak adil jika kita tidak berikhtiar untuk membangun daerah ini, membangun masyarakat kita sebagai masyarakat yang madani, yang sejahtera, cerdas dan berkeperibadian.

Dalam pandangan Islam, mayarakat itu ada pada diri manusia. Ada dorongan dari dalam yang diciptakan oleh Allah agar manusia itu bermasyarakat. Tapi dalam saat yang sama ada peranan manusia untuk membentuknya. Dalam Al-Quran banyak sekali ayat yang menggambarkan hal ini. Misalnya Allah berseru, “Khalaqal insana min ‘alaq”. Kata ‘Alaq itu bukan hanya bermakna segumpal darah, tetapi juga bermakna sesuatu yang bergantung. Karena itu, manusia diberi sifat ketergantungan pada sesamanya. Tetapi pada saat yang sama Allah juga berfirman ;

“Wahai manusia’ Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar kamu saling mengenal di antara kamu,....”(Alhujurat ; 13).

Allah tidak berkata ; Saya menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar kamu saling mengenal di antara kamu. Mengapa dikatakan kami...?, karena ada keterlibatan masyarakat untuk membentuknya. Masyarakat itu sudah ada dorongan dalam diri masing-masing untuk bersatu. Bahkan dorongan yang diberikan oleh Tuhan dari dalam secara fitrah itu, harus diupayakan, diikhtiari supaya terwujud dalam realitas sosial sehari-hari.

Islam mengambarkan masyarakat, seperti bangunan rumah yang antara unsurnya saling menguatkan antara satu dengan lainnya. Karena itu kita dilarang merusak walau satu bata saja, karena rusaklah rumah itu. Jadi hak-hak individu terjamin, dan pada saat yang sama hak masyarakatpun terjamin pula. Oleh karena itu jika semen, air dan lain-lain menjadi perekat sebuah bangunan, maka diperlukan ‘kegagahan’ hukum dan etika-etika sosial dalam arti akhlakul karimah, baik terhadap sesama manusia dan alam, apa lagi kepada Allah SWT.

Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Dengan terus bermuhasabah, menimbang dan memperbaiki serta berikhtiar membangun masyarakat yang lebih baik, khususnya bagi masyararakat Bumi etam ke depan, maka usia 49 tahun kita anggap telah cukup matang untuk menancapkan komitmen kearah perubahan prilaku yang kita inginkan.

Sudah waktunya kita tak hanya sekadar mengucap puji dan syukur diatas mimbar dan acara-acara seremonial. Tetapi lebih memaknainya dengan melihat pada diri dan daerah kita yang surplus. Seluruh potensi dapat bersama-sama bergerak dan berperan serta dalam pembangunan, baik spritual maupun material. Menjauhkan silang sengketa. Semuanya adalah aset daerah ini. Karena kita bekerja dan berfikir untuk kemajuan daerah Kaltim yang tersanjung dan kita banggakan ini.

‘A’uzdubllahiminassyaithoonirajiim,

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka. “ (Q.S. Al-A’raf ; 96).

Baarakallahuli.................................................................................................

Tidak ada komentar: